Jakarta – Pemerintah tengah menggodok rencana pengurangan tenor Kredit Pemilikan Rakyat (KPR) dari yang semula mencapai 20 tahun menjadi hanya 10 tahun. Hal ini selaras dengan perumusan skema baru subsidi perumahan melalui Dana Abadi Perumahan.
Baca Juga : Apa itu KPR Subsidi: Ketentuan, Syarat dan Tips agar KPR Diterima
Direktur Consumer and Commercial Lending PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN, Hirwandi Gafar menjelaskan tenor KPR subsidi selama 20 tahun yang diterapkan saat ini terbilang terlalu panjang. Dalam jejak sejarahnya, pemberian KPR subsidi paling lama 10 tahun dan itu pun disesuaikan dengan strata masyarakat penerimanya.
“Sebelum FLPP ada tiga kliring kelompok masyarakat berdasarkan penghasilan. Tiga kelompok itu juga dibedakan suku bunganya dan masa subsidi. Kliring terendah dulu hanya 10 tahun masa subsidinya, kemudian yang tengah 7 tahun, lalu di atasnya 5 tahun,” kata Hirwandi, dalam acara Talkshow di Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (21/6/2024).
Lebih lanjut, BTN pihaknya beserta pihak eksternal pun kemudian melangsungkan kajian. Dari kajian tersebut didapatkan, setelah tahun ke-10 mayoritas masyarakat sudah mampu membayar cicilan rumah, bahkan tidak eligible lagi untuk mendapatkan subsidi.
“Sehingga, seharusnya subsidi bisa diberikan ke dua orang (bila tenor hanya 10 tahun). Tapi karena 20 tahun, jadi dipakai satu orang. Karena itu, kita mengusulkan pemberian tenor subsidi 10 tahun karena bisa meningkatkan jumlah penerima,” ujarnya.
Dalam rencana besarnya, nantinya subsidi hanya diberikan untuk 10 tahun, sementara sisanya akan menggunakan bunga komersil. Selain tenor, Hirwandi mengatakan, pihaknya juga mengusulkan agar bunga subsidi ikut disesuaikan Kembali.
Hal ini berkaca dari penerapan program subsidi rumah sebelum ada fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP). Ia menjelaskan, pada awalnya bunga sempat ditetapkan sekitar 7,5%, kemudian sempat turun menjadi 7,25%, hingga akhirnya setelah adanya FLPP menjadi 5%.
Karena itulah dalam skema barunya, nanti besaran bunga itu akan disesuaikan dengan kelas pendapatannya dengan rentang 5-7%. “Apakah 7% memberatkan? Menurut kami tidak, karena dulu subsidinya bahkan 7,5% dan itu juga kemampuan masyarakat bisa memenuhi,” imbuhnya.
Di samping itu, lanjut Hirwandi, setelah masa subsidi 10 tahun ini akan diberikan kelonggaran kepada masyarakat berupa perpanjangan waktu pembayaran KPR. Adapun saat ini tenor KPR maksimal hanya 20 tahun karena menyesuaikan dengan waktu maksimal subsidi.
“Kenapa dibatasi? Supaya masa subsidi tak terlalu panjang. Tapi kalau subsidi 10 tahun, kita bebas jangka waktu KPR-nya, bisa 30 tahun. Ini juga bisa menurunkan angsuran KPR kreditur,” jelasnya.
Dana Abadi Perumahan sendiri muncul sebagai jawaban atas angka backlog perumahan yang masih berada di posisi cukup tinggi yaitu 9,9 juta. Harapannya, skema ini mampu memperbesar jumlah penerima subsidi perumahan dan menekan angka backlog.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR, Haryo Bekti Martoyoedo mengatakan, Skema baru ini nantinya akan menyerupai dana kelolaan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan.
Dana tersebut akan dikelola untuk diinvestasikan, kemudian hasil investasi itu yang akan dipakai untuk subsidi. Saat ini, Dana Abadi Perumahan masih dalam tahap awal pembahasan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Keuangan beserta sejumlah stakeholder lainnya.
“Saat ini masih dalam tahapan bagaimana ini kita detailkan. Untuk tahun 2024 dipastikan ini tidak bisa jalan, untuk tahun 2025 mungkin bisa selama ada APBN perubahan, karena untuk mendapatkan dana itu tentunya harus masuk ke dalam siklus APBN,” kata Haryo.
Sebelumnya, skema KPR baru ini juga sempat dibahas Direktur Utama BTN Nixon L.P. Napitupulu pada Maret lalu. Menurutnya, perlu ada sejumlah penyesuaian dalam mendorong penyaluran rumah subsidi. Hal ini berkaca dari visi-misi Pasangan Calon Presiden-Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Adapun Paslon Nomor Urut 02 menargetkan pembangunan 3 juta rumah subsidi. Angka ini tiga kali lipat lebih besar dari program Presiden Joko Widodo yang hanya sebanyak 1 juta.
“Minggu lalu kami sedang dalam, in the middle process of discuss with government dengan pemerintah, kita lagi diskusi mengenai the new scheme of the subsidies mortgage ke depannya,” kata Nixon, pada Press Conference RUPST Tahun Buku 2023 di Menara BTN, Jakarta Pusat, Rabu (6/3/2024).
Nixon mengatakan, untuk mewujudkan target tersebut dengan jumlah anggaran alokasi subsidi yang tidak jauh berbeda dari porsi anggaran saat ini, diperlukan restrukturisasi skema pendanaan. Oleh karena itu, pihak telah mengusulkan beberapa pola baru.
“Kita menyarankan beberapa pola, agak shifting dari FLPP (fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan). Apakah polanya menggunakan dana abadi, atau langsung ke Tapera, ini ada beberapa pilihan. Kita kasih beberapa pilihan dan itu diskusinya akan dijalani lagi tapi yang pasti kalau pemerintah pakai pola subsidi yang sekarang dengan menyediakan liquidity, menurut kami nggak akan bisa dapat triple dari budget yang ada,” jelasnya.
Sumber : finance.detik.com